“Tak Ada Kata Senjakala Untuk Mainan Kayu Di Era Maju Bagi Eko Kiprit”


Banyak orang berbondong - bondong  untuk terjun ke dunia bisnis, Ya.. Karena dunia bisnis  memiliki daya tarik tersendiri. Dalam dunia bisnis menyediakan peluang yang hampir tidak terbatas. Banyak orang  yang sudah  turut andil dalam kesuksesan di dunia bisnis. Ini terbukti pada  kisah sukses  usaha kecil berikut ini. Sebuah usaha yang hanya memproduksi mainan anak dari kayu, nyatanya sukses meretas di pasaran dan menghasilkan pendapatan..

Kisah sukses  usaha kecil ini adalah kisah perjalanan panjang dari  Eko Susilo atau sering dikenal dengan Eko Kiprit , yang memulai bisnis  mainan anak dari  kayu dengan modal hanya sebuah alat pemotong kertas atau cuter. “Karena tekad,niat dan kemauan, keterbatasan alatpun tidak jadi masalah”,ucap Eko. Nama Kiprit ini sendiri merupakan merk yang diberi nama oleh Eko, yaitu kualitas prima terjangkau.

Ketertarikannya pada dunia mainan anak berawal dari keinginan membuat produk yang menghasilkan dan memiliki jangka produksi yang panjang.

Beliau merintis usaha nya di Daerah Wates, tepatnya di RW 2 RT 6, Wates Tengah, Kelurahan Tengah, Kecamatan Magelang Utara.

Memasuki rumah produksi mainan yang sudah berdiri sejak tahun 70-an ini, pengunjung seperti dibawa kembali ke masa anak-anak dengan berbagai jenis mainan kayu, seperti mobil-mobilan dan bus.

“Kalau untuk mainan anak sampai akhir jaman akan tetap bertahan, karena kita melihat sifat dasar dari anak  usia 3- 5 tahun, apapun jenis mainnannya pasti suka. Itu yang buat kita tahu kalau itu akan bertahan”, Imbuh Eko

Dalam Dunia Bisnis yang menurut sebagian orang menakutkan karena momok “Takut akan gagal”, Justru hal itu tidak menggoyahkan tekad dari Eko. Beliau tidak takut jika mainan kayu yang dibuatnya akan tergeser dengan mainan yang menggunakan remote sebagai pengendalinya. Karena dalam mainan kayu yang dibuatnya, Eko menawarkan tentang pembelajaran warna. Terdapat warna warna dasar dalam mainan kayu tersebut sebagai salah satu strategi pemasaran.

Tak hanya Warna, Salah satu strategi lain yaitu, Eko juga menyesuaikan bentuk mainan kayu yang dibuatnya dengan trend yang ada. Eko akan menyesuaikan sesuai mode saat ini.

“Untuk saat ini mungkin tayo, orang akan senang tayo, dengan warna biru,terus kuning, merah dan hijau”, ucap Eko.

Dalam memproduksi mainan kayu untuk anak-anak, Eko juga tidak memilih sembarang bahan yang digunakan. Eko menggunakan pewarna khusus yaitu cat anti racun. Sehingga tidak berbahaya bagi anak-anak.

Langkah nyata dari Pemerintah Kota Magelang juga sudah dirasakan oleh Eko Kiprit. Dalam bisnis mainannya yang sudah dirintisnya sejak dulu, Pemerintah ikut membantu dari segi moril maupun materiil. Eko sering diberikan pelatihan oleh Pemerintah, sehingga bisnis mainan kayunya pun masih eksis sampai sekarang.

“Yang penting niat, berjalan sesuai dengan kehendak ilahi, pasti Allah akan memberikan jalan yg terbaik, meskipun pada awal nya, belum tentu pilihan awal itu jadi jalan hidup, dan harus dicoba”, Pesan Eko. (by Gita/Magelangfm)



Menggapai Asa, Menjadi Paskibraka


Bulan Agustus sangat identik dengan kemerdekaan Republik Indonesia yang biasanya diisi dengan kegiatan upacara bendera, tentunya terdapat banyak petugas yang andil ikut serta di dalam upacara bendera, seperti paskibraka.

Dia bernama Fitriya Nur Hana, seorang remaja anggota paskibraka kota Magelang tahun 2019, berusia 17 tahun yang masih duduk di bangku SMA kelas XI. Berawal dari masa SMP, dia tidak tertarik dengan kegiatan paskibraka karena dinilai sebagai kegiatan melelahkan. Namun, pandangannya berubah ketika ia melihat kakaknya yang juga seorang paskibraka memiliki banyak relasi dan solid.

Dia menginginkan kehidupan yang lebih berwarna, akhirnya dia memutuskan ikut organisasi paskibraka ketika masuk SMA N 3 kota Magelang. Langkah demi langkah seleksi masuk diikuti, sampai akhirnya dia diterima menjadi anggota Pasukan Pengibar Bendera SMA Negeri 3 (Paskanaga). Ternyata hal tersebut merupakan langkah awal untuk mengikuti seleksi paskibraka di tingkat kota hingga akhirnya ke tingkat provinsi.

Meskipun pada awalnya sempat merasa pesimis, namun karena dukungan dari berbagai pihak seperti orang tua, senior paskanaga, dan juga senior Purna Paskibraka Indonesia (PPI) kota Magelang dia mampu mengesampingkan rasa pesimisnya. Tidak hanya mereka, teman seperjuangannya bernama Fani juga ikut serta dalam seleksi saling memberi dukungan agar dapat mencapai impian. Masa pengumuman tiba, akhirnya Fitriya merasa sangat bahagia bisa lolos menjadi paskibraka di tingkat provinsi Jawa Tengah, sedangkan Fani di tingkat Nasional.

 



Belajar Sukses Dari Pengusaha Gethuk Gondok Magelang


  Magelang – Kota Sejuta Bunga begitulah Kota Magelang seringkali dikenal oleh masyrakat. Kota yang menawarkan berbagai keindahan taman kota yang tentu saja dipenuhi dengan macam- macam bunga yang terawat dan di tata indah membuat kota Magelang semakin manis.

Berbicara soal manis, Kota Magelang memang terkenal sebagai penyedia makanan yang manis manis, terutama oleh oleh khasnya, yaitu Gethuk Gondok. Oleh-oleh adalah sebentuk cinta pada kampung halaman. Buah tangan akan mengungkapkan sepenggal kisah mengenai kempung asal.

Di sentra pembuatan Gethuk Gondok tim Ngopi berusaha mencari asal muasal dari pembuatan Gethuk khas magelang ini. Sepanjang jalan kami melihat banyak sekali home industry gethuk tapi kami tertuju kepada satu rumah yang bertuliskan “Gethuk Gondok Asli Magelang”. Akhirnya kami memutuskan untuk memilih Gethuk Gondok H. Suhirlan, salah satu dari keturunan asli pembuat gethuk Gondok Magelang di daerah Karet, Bulurejo Magelang.

Di sana kami disambut dengan hangat oleh Ibu Hj.Supriyah, yang merupakan pemilik usaha Gethuk Gondok asli Magelang ini. Kami dipersilahkan masuk untuk melihat bagaimana proses demi proses pembuatan Gethuk Gondok khas Magelang ini dan bahan apa saja yang digunakan untuk membuat nya.

Supriyah mengatakan, sebagai penerus keturunan dari pembuat gethuk Gondok Magelang, beliau  dan juga beberapa saudaranya yang mewarisi tetap menjaga resep hingga cara penyajian yang sama dengan orang tua dan kakek-nenek mereka. Hanya saja mengingat kemajuan jaman saat ini Supriyah menambah beberapa rasa wan warna seperti Frambozen, Durian, dan coklat. Proses pembuatan nya pun masih menggunakan alat tradisional yaitu lesung, dan tentu saja menggunakan pewarna makanan yang aman.

" Saya setiap hari bangun pukul tiga, kemudian mulai mengupas singkong kemudian dikukus, setelah dikukus kita tumbuk dilesung tadi itu sambil di tambahkan mentega, gula dan bahan lain. Setelah itu baru kita pisah-pisahkan untuk di campur rasa dan pewarna makanan. Kalau sudah jadi kemudian saya bentuk sedemikian dan saya antarkan ke Jogja untuk dipasarkan. " ucap Supriyah.

Persaingan ketat penjual gethuk di Magelang membuat Supriyah akhirnya memiliki strategi pemasaran yaitu menjual gethuk di kota Jogja, namun Supriyah juga sering menerima pesanan  di Magelang. Dalam satu hari Supriyah bisa menghabiskan 25 sampai 30 kg singkong untuk membuat berbagai macam Gethuk pendamping gethuk Gondok ini.

Supriyah adalah generasi ke-4 dalam pewaris Gethuk Gondok yang seluruhnya merupakan keturunan Suhirlan. Supriyah sempat bercerita asal usul nama Gethuknya tersebut, “Dulu mas, waktu masih jaman Belanda nenek moyang kami sudah berjualan gethuk mas. Kebetulan saat berjualan itu nenek kami sedang sakit gondok, sehingga untuk memudahkan akhirnya orang orang di pasar itu sering taunya gethuk Gondok.” Terang Supriyah. 

Supriyah pun mengaku bahwa dirinya masih senang sampai dengan saat ini menekuni usaha gethuk nya ini. Saat ditanya apa suka duka nya menjadi pengusaha gethuk Gondok beliau menjawab, “tidak ada suka duka mas, yang ada hanya bersyukur atas apa yang sudah diberikan kepada kita. Manusia itu kalau di bilang kurang pasti kurang terus, bersyukur saja, ikhlas dan sabar.” (Ret/Ngopi)