Ruwat Rawat Pasar Ngasem Buat Warga Kesengsem

MAGELANG - Suasana Pasar Ngasem tampak sama seperti hari-hari biasanya. Pedagang dan pembeli masih sibuk dengan dagangannya. Dari kejauhan terdengar pukulan kendang di sertai dengan bau dupa. Terlihat penari membawa sebuah kendi dan beberapa sesajen sambil menari dengan lemah gemulai. Tampak di belakang barisan penari ada Wakil Walikota Magelang, Lurah Kelurahan Panjang dan Camat Magelang Tengah.

Mereka tengah merayakan “Ruwat Rawat Pasar Tradisional”, yaitu prosesi ruwat pasar yang dilakukan  untuk menggurah pasar agar lebih ramai dan menghalau energi negatif yang ada di pasar Ngasem ini. Ruwat yang digelar Forum Komukasi Media Tradisional Kota Magelang ( FK METRA) di dukung oleh Dinas Komunikasi Informatika dan Statistik Kota Magelang (Diskominsta) dan juga menggandeng Karang Taruna Kelurahan Panjang dan tentu saja mengundang warga masyarakat sekitar Pasar Ngasem. (Minggu,14/07/19)

Sesaji adalah simbolis dari wujud rasa syukur kita kepada Allah SWT, agar dijauhkan dari marabahaya serta diberikan keselamatan dunia akhirat. Simbolis dari setan yg berada diantara sesaji adalah simbol dari berbagai unsur negatif dipasar itu dijauhkan. Bukan dihilangkan karena baik dan buruk sesuatu itu sebagai penghias atau ornamen yg saling berdampingan didunia ini. Bunga itu adalah sebuah simbol dari keindahan. Dupa adalah simbol wewangian dan simbol dari wujud doa melalui media tradisi.

Proses ruwat dimulai dengan jamasan jalan masuk Pasar Ngasem yang menggunakan air di dalam kendi oleh Ibu Windarti Agustina, Wakil Walikota Magelang bersama Bapak Tugono Camat Magelang Tengah dan Bapak Rakhmad Lurah Kelurahan Panjang. Dilanjutkan berjalan sampai ke ujung pasar dan berhenti di jembatan ujung pasar hingga berakhir di depan panggung Ruwat Rawat Pasar Ngasem.

Penari berpakaian tradisional dan membawa tombak mereka adalah penggambaran rakyat yang bersatu untuk saling menjaga dengan kekuatan laki- laki, mereka berikan power yang lebih. Senjata tombak itu sendiri memiliki makna senjata yang tak berkelok-kelok dan lurus kita sebagai manusia harus mempunyai jiwa dan pikiran yang lurus untuk menuju junjungan.nya yaitu Allah SWT. Pengombyong penggambaran masyarakat yang ikut mempedulikan tradisi. Penggamel dengan memakai pakaian kerajaan dan Gamelan adalah ornamen budaya yang melekat dengan tradisi. Pakaian kerajaan kenapa ditaruh paling belakang karena penggambaran kekuasaan tak harus didepan dan menjadi pen-suport untuk masyarakat biasa.

Ketua Panitia Ruwat Rawat Pasar Ngasem Dafy Achmad mengatakan, "ritual didepan ada penyiraman air dan pemecahan kendi itu dinamakan nyiram tirto suci yang diwakilkan oleh pejabat tertinggi didaerah tersebut. Air itu mengalir ketempat yang rendah, harapannya adalah dari kekuasaan akan mengalir untuk men-sejahterakan. Kendi sendiri adalah penampung yang dimaksud-kan adalah aspirasi masyarakat. Kenapa kendi dipecahkan yang dimaksud-kan adalah kendi itu sifat sisi egois untuk diri pribadi yang harus dihancurkan." jelasnya. 

Acara ruwat memang sengaja diselenggarakan tanpa mengganggu aktivitas pasar, karena memang pada prinsipnya ruwat tidak boleh mengganggu aktivitas pedagang dan pembeli di pasar.

Wakil Walikota Magelang dalam sambutannya mengatakan ruwat ini bukan hanya menjadi sarana doa bagi masyarakat, namun ia berharap melalui ruwat pasar kearifan lokal dan budaya yang ada di pasar akan tetap terjaga.

“Harapannya dengan diadakan ruwat rawat ini dapat menjaga kelestarian, bahkan kalau bisa pasar ngasem ini lebih berkembang lagi bisa menjadi pusat perkembangan atau sentra ekonomi perputaran uang di Kelurahan Panjang. Ini menjadi tugas bersama untuk merawat ini sehingga keberadaan pasar ngasem tetap di dengungkan” ungkapnya. (Ret/Magelangfm)